Monday, 11 November 2013

Morocco: Yang Ter…Tua di Fez.


Sayang memang. Kita cuma punya waktu sehari di Fez. Padahal kota ini menawarkan banyak hal menarik. Istirahat semalam lumayan cukup untuk mengembalikan semangat post mabuk padang pasir. Untunglah Hannab cukup tanggap untuk nggak menghadirkan tajine dan couscous buat sarapan pagi. hehehe. Dengan senang hati kita melahap khobz alias moroccon bread dengan dicocol madu atau olive oil. Minumnya.. ya Moroccon Mint Tea tentunya!

Dengan waktu super sempit, Hannab mencoba membantu buatkan half day trip plan. Pagi keliling medina, siang ikut ke pasar dan makan siang. Katanya sih, mending keliling Medina pagi-pagi sebelum terlalu ramai dan pusing berisik. Tadinya kita mau beli peta, mengingat jalanan di dalam medina sudah mirip banget dengan benang kusut. Tapi kata Hannab, ngga perlu. Kebanyakan peta itu palsu dan nggak benar. Alih-alih, Hannab sudah panggil seorang bapak tua yang siap mengantarkan kita keliling Fez el Bali. Keputusan yang tepat, biar kita nggak usah mikir, debat atau diskusi.Yang pertama, kita mampir dulu ke Madrasa Al-Attarin. 




Gampang ditebak, bangunan ini memang sekolahan Islam yang sekaligus merangkap sebagai masjid dan pusat kegiatan religi. Agak berbeda dengan di Indonesia, sekalipun di sini nuansa Islam sangat kental, tapi mereka cukup terbuka dengan kehadiran turis. Saya sempat khawatir ngga akan lolos screening karena pakai rok di atas lutut. Ingat pengalaman lebay kalo main ke Istiqlal selalu otomatis ditawarin sarung atau mukena. Di sini nyantai saja. Cuma dibilangin, jangan masuk ke area sholat -- ini berlaku untuk semua pengunjung. Madrasa ini tentunya merupakan sekolah tertua juga dong. Di bangun di tahun 1300-an untuk menyebarkan ajaran Islam Suni untuk mengimbangi persebaran Sufisme di masa tersebut.   Tapi sekarang sih sudah nggak terlalu dibeda-bedakan lagi. Intinya, semua kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan dan ke-Islaman boleh dipusatkan di sini.

Tujuan berikutnya adalah ke tannery atau penyamakan kulit tertua di dunia. Sebelum masuk, si bapak guide kasih kita beberapa tangkai daun mint. Saya pikir mau disuruh bikin teh sendiri. Ternyata… daun mint ini berfungsi ganda! Sabar, saya ceritakan deh.



Memasuki tannery, kami diajak naik ke lantai 4 bangunan tersebut untuk mengintip proses penyamakan kulit. Di sini, semuanya masih dilakukan manual dengan cara yang sama persis seperti di 11 abad yang lalu. Proses yang pertama, kulit kambing atau sapi akan direndam di dalam amoniak agar kulitnya melembut dan halus. Amoniaknya dari mana? tidak lain dan tidak bukan adalah dari tai-tainya burung merpati. Ini menjelaskan dari mana bau menyengat itu muncul dan mengapa kita perlu daun mint ini. Begitu kulit sudah lembut, para pekerja akan mencelupnya ke berbagai macam bak pewarna sesuai pesanan. Kita kurang beruntung karena hari ini cuma sedang proses beberapa warna saja. Kalo ndak, pemandangan dibawah sana bakalan cantik banget dengan parade kolam warna-warni ( tapi catet: bau tai ya). Pulang dari tannery, kita shopping sebentar. Aturannya tetap sama. Tawar ala glodok dan mangga dua, sambil kasih senyum ramah: democratic price, my friend! please..


Keliling Medina tiga jam cukup melelahkan. Sebenarnya masih pengin keliling dan belanja, kalau nggak ingat isi koper yang sudah makin gendut. Jadilah kita memutuskan balik ke Dar Naima dan istirahat sebentar. Rencananya siang ini Hannab akan mengajak kita makan siang di pasar. Eh tapi, dia juga punya rencana kejutan. Sambil kita istirahat, Hannab memanggil Nadia sahabatnya yang jadi bikin henna. Ayeee.. emang top banget host kita ini! Walaupun homestay-nya cukup sederhana, tapi servisnya sungguh bintang lima!

No comments:

Post a Comment

Author